Rabu, 20 Januari 2010

Reviw Buku: The Mysterious Benedict Society



Judul asli: The Mysterious Benedict Society
Penulis: Trenton Lee Stewart
Penerjemah: Maria M. Lubis
Penyunting: Nadya A.
Penerbit: Matahati
Cetakan: I, 2009
Tebal: 574 hlm.

Mengapa ya belakangan ini cerita-cerita fantasi untuk anak dan remaja, sering memakai tokoh seorang anak yatim piatu? Itulah pertanyaan pertama yang menyembul di benakku saat diperkenalkan dengan tokoh utama buku The Mysterious Benedict ini. Adalah Reynard Muldoon si anak malang itu. Bahkan, di cerita ini masih ada 2 anak lainnya yang juga tak memiliki orang tua.

Kembali ke pertanyaanku tentang anak-anak yatim yang menjadi tokoh utama kisah-kisah fantasi. Mengapa aku menyebutnya “sering”? Nggak percaya dan masih perlu contoh? Yuk, kita lihat daftarnya yang lumayan panjang: Harry Potter (JK Rowling), Harry dan Geng Keriput (Alan Temperley), Pangeran Pencuri (Cornelia Funke), The Book of Lost Things (John Connoly), The Edge of Chronicles (Paul Stewart & Chris Riddell) dan masih banyak lagi kurasa.

Nah, kira-kira kenapa ya anak-anak tak berayah ibu ini dijadikan tokoh utama? Apakah demi menimbulkan keharuan para pembacanya? Apakah ada semacam keyakinan, bahwa semakin malang tokohnya akan semakin meraih simpati pembaca dan kemudian menjadi idola? Atau semata-mata untuk memudahkan penulisnya saja dalam menciptakan latar belakang si tokoh?

Misalnya, Harry Potter. Ayah ibunya diceritakan mati dalam sebuah pertarungan sihir dengan Voldemort, tokoh jahat di buku tersebut. Harry lalu dipelihara oleh paman dan bibinya yang kurang murah hati padanya.  Tak beda jauh dengan si Potter, tokoh Harry dalam Harry dan Geng Keriput, juga menyandang status yatim piatu lantaran orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan lalu lintas. Dia tak lebih beruntung dari Harry si penyihir karena harus mau tinggal bersama pembantunya yang jahat sebelum akhirnya diasuh oleh neneknya yang nyentrik.

Mau tidak mau, pada akhirnya kita memang jadi jatuh sayang kepada bocah-bocah malang tersebut. Simpati itu kian bertambah besar karena bocah-bocah ini merupakan manusia-manusia kecil yang tabah, cerdas, dan baik hati.

Demikian pula Reynard ‘Reynie’ Muldoon dalam buku karya Trenton Lee Stewart ini. Reynie, bocah lelaki umur 12 tahun yang menghuni sebuah panti asuhan, adalah seorang anak yang cerdas dan berbakat. Suatu hari, oleh guru privatnya, Miss Perumal, ia didaftarkan pada sebuah lomba yang ganjil untuk anak-anak berbakat seperti dirinya. Di lomba ini, Reynie berkenalan dengan 3 orang anak lainnya yang kelak menjadi teman-temannya satu tim. Mereka adalah Kate, Sticky, dan Constance. Masing-masing mereka memiliki kemampuan dan bakat yang berbeda-beda yang di kemudian hari sangat bermanfaat dalam melaksanakan misi misterius dari Mr Benedict, seorang jenius si penggagas lomba aneh itu.

Bagi kalian penggemar kisah-kisah fantasi, buku ini cukup menarik dinikmati. Ide besarnya tentu sangat klasik: memerangi kebatilan (hitam putih). Yang sedikit agak berbeda, mungkin, jenis kejahatan dan sosok antagonisnya. Serupa novel-novel bertema cinta, variasinya ada pada tokoh-tokoh dan persoalannya. Soal tema, kan cuma sesuatu yang kerap diulang-ulang.

Pujian untuk novel ini, pertama kutujukan bagi penulisnya: Trenton Lee Stewart, yang telah menyuguhkan sebuah dongeng asyik tentang persahabatan dan kepahlawanan. Penulis muda kelahiran Arkansas 1970 ini, menyajikan pesan-pesan moral dalam bukunya tanpa terkesan menggurui. Melalui tokoh-rokohnya, Stewart seolah-olah ingin menyampaikan, jangan pernah meremehkan anak-anak. Mereka, para kanak-kanak ini, mempunyai kekuatan sendiri yang tidak dimiliki para orang dewasa.

Pujian kedua, kuberikan bagi penerjemahnya, teman mudaku, Maria Lubis, yang telah secara keren mengalihbahasakan karya yang aslinya berbahasa Inggris ini. Ada satu bagian yang berkesan saat ia menerjemahkan yang seharusnya ‘berharga’ menjadi ‘berharta’ (karena si tokoh keliru mengucapkannya). Entah apa dalam bahasa aslinya.Begitu juga untuk terjemahan pesan morse : k dan c ke mana rebend era. Bikin penasaran, sebenarnya dalam bahasa Inggrisnya seperti apa?

Pujian berikutnya, untuk perancang kovernya, Ella Elviana. Kover hasil desainnya tak kalah cantik dengan edisi aslinya. Sayang, ada kekeliruan fatal dalam menuliskan nama pengarangnya, Trenton Lee Stewart menjadi Treton Lee Stewart. Kecerobohan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Mudah-mudahan saja tidak diprotes oleh si pemilik nama.

0 komentar:

Posting Komentar

Penilaian Terhadap Blog Saya?

About

Followers