Rabu, 20 Januari 2010

Review Buku: Perahu Kertas



Pengarang: Dee
Editor: Hermawan Aksan
Penerbit: Bentang Pustaka
Tebal: 456 hlm
Cetakan: I, 2009.

Pertama kali mendengar judul novel Dee yang keempat ini, yang teringat oleh saya adalah judul buku kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono yang terbit tahun 1982. Saya kira tadinya Dee terinspirasi oleh puisi Sapardi tersebut. Tetapi, ternyata tidak. Malah tulisnya di halaman belakang, ilham itu datang setelah membaca cerita bersambung di majalah Hai yang bertitel “Ke Gunung Lagi” milik Katyusha, seorang penulis cerpen yang beken di era 80-an. Ya, cerbung itu pun ditulis pada tahun 80-an.

“Kelincahan dan keluwesan Katyusha menjadi daya tarik utama dari cerbung ‘Ke Gunung Lagi,’” begitu alasan Dee tentang keterpikatannya pada cerbung itu. “Namun, ada satu faktor lagi yang menjadi candu terkuat bagi saya: formatnya,” sambungnya. Yang ia maksud dengan format adalah cerita bersambung yang mirip cerita serial; mengikat pembacanya untuk terus mengikuti kisah tersebut dan senantiasa menerbitkan rasa penasaran.

Resep inilah yang kemudian dipakainya dalam menulis Perahu Kertas. Tidak sia-sia hasil “belajarnya” dari Katyusha. Dee berhasil meramu sebuah kisah cinta remaja yang lincah dan menghibur. Sangat jauh berbeda dengan novel debutannya, Supernova, yang “nglimiah” dan terlalu sarat beban itu. Pada Perahu Kertas, terasa Dee menulis dengan lebih lepas, merdeka, dan semakin matang. Hasilnya, sebuah dongeng yang renyah dan gurih yang memaksa saya untuk terus membuka lembar demi lembar halamannya. Seperti mengudap crispy snack bermuatan MSG. Enak tapi tak padat gizi. Atau kalau mau dibandingkan dengan film, ya layaknya drama komedi romantis yang mengandalkan dialog-dialog serta joke-joke yang cerdas dan segar. Dan jangan lupa, selalu happy ending.

Bagi saya, kelincahan dan keluwesan Dee mendongeng menjadi daya pikat utama Perahu Kertas. Sebab, temanya sih klasik: cinta. Percintaan dua anak muda perkotaan. Yang cewek penyuka dongeng, sedangkan cowonya seorang pelukis. Tetapi, Dee mengolahnya sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah sajian kisah cinta yang legit dengan karakter utamanya, Kugy, yang unik dan menggemaskan. Kugy yang mungil, ceria, cerdas, dan agak urakan mengingatkan saya pada tokoh ciptaan Katyusha dalam cerbungnya yang lain: “Sebuah Makhluk Mungil” (yang konon telah mengilhami Hilman Hariwijaya menulis serial Lupus dalam episode “Makhluk Mungil dalam Bis”).

Jika niatan Dee untuk membuat sebuah kisah ala cerbung/serial yang tokoh-tokohnya tumbuh berkembang serta ceritanya membuat pembacanya penasaran (walaupun akhir kisah sudah bisa tertebak dari awal, tetapi kita membaca sebuah buku toh bukan sekadar ingin mengetahui ending-nya, kan?) dan ketagihan, rasanya bolehlah saya katakan Dee telah sukses meraih cita-citanya itu. Tetapi, ya hanya sebatas itu: sebuah novel (pop) yang menghibur

0 komentar:

Posting Komentar

Penilaian Terhadap Blog Saya?

About

Followers